Bangun! Lakukan sesuatu!
Setiap saya pulang/pergi dari ke kos ke rumah, saya pasti melewati suatu jembatan penyebrangan, yang dimana di bawahnya tinggal tunawisma. Selama ini saya tidak begitu memperhatikan, saya hanya merasa kasihan kepada mereka −namun setelah sampai rumah, saya sudah lupa.
Tadi siang, setelah menjemput adik saya dari sekolahnya, saya kembali melewati mereka− namun kali ini lebih dekat. Ya ampun, ternyata yang tinggal disana adalah seorang nenek-nenek dengan seorang bayi. Dan sepertinya bayi itu sedang sakit, soalnya tadi si bayi menangis keras sekali dan si nenek sedang mengusap-usap punggung bayi itu dengan minyak angin (dari baunya sih begitu)
Melihat pemandangan itu, saya merasa bersalah. Bersalaaah sekali, sampai rasanya ingin menangis. Saya ingin membantu, tapi saya bisa apa coba? Saya bisa memberi uang, tapi mereka butuh lebih dari uang! Dedek bayi itu butuh selimut hangat, butuh susu, butuh bubur bayi, butuh obat, butuh pakaian, butuh makanan sehat, butuh tempat tinggal yang layak. Sekedar informasi saja, tempat mereka tinggal itu KUMUH SEKALI. Di kanan kiri mereka banyak sampah, tempatnya lembab karena sering tergenang air− sementara mereka hanya tinggal beralaskan koran kotor dan beratap jembatan.
Dan nenek-nenek itu sudah terlalu rentan− bahkan untuk meminta-minta pun sepertinya sudah tidak mampu :(
Di saat seperti ini, saya bertanya-tanya, “Dimana bantuan pemerintah buat mereka? Apakah pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, ‘Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara’ hanya berfungsi sebagai kamuflase? Mana aplikasinya di dunia nyata?? “
Saya juga merasa marah dengan orang-orang. Begitu banyak orang yang lalu lintas di depan nenek dan bayi itu, tapi mengapa tak seorangpun terlihat peduli? Mengapa tak ada yang membantu? Namun, saya menyadari satu hal yang ironis: Saya adalah salah satu dari mereka! Hanya lewat, merasa kasihan sejenak, namun tidak melakukan apa-apa!
Rasa kasihan tidak akan membantu mereka. Mereka tidak akan kenyang karena kita merasa kasihan kepada mereka. Tidak akan merasa hangat karena kita merasa kasihan kepada mereka. Adik bayi itu tidak akan tiba-tiba sehat karena kita merasa kasihan kepada mereka.
Bangun! Lakukan sesuatu!
Manusia itu menyedihkan, bukan? Sejenak merasa peduli, tapi setelah itu kembali ke ambisi masing-masing. Berlomba-lomba mencari uang, menumpuk kekayaan. Giat menabung untuk membeli laptop baru. Berfikir-fikir dahulu untuk bersedekah, padahal untuk membeli pulsa setiap hari pun tidak perlu berfikir lama.
Belajar keras agar mendapat IP tertinggi atau berdandan cantik agar banyak yang ngefans. Merasa menjadi orang yang paling sengsara di dunia hanya karena gebetannya menyukai orang lain.
Padahal nenek dan bayi itu sedang berjuang untuk hidup. Sore ini mereka makan apa? Kalau malam ini hujan, mereka mau tinggal dimana? Karena setahu saya, mereka tetap tinggal disana meskipun pinggiran jembatan penyebrangan itu tergenang air.
Lalu, bagaimana kalau kesehatan adik bayi itu memburuk, lalu meninggal? Bagaimana kalau nenek itu yang meninggal terlebih dulu? Apa yang akan terjadi pada si adik bayi tersebut? Menangis sendirian? Meraung-raung kelaparan, memanggil-manggil neneknya yang tidak bangun-bangun lagi?
Saya benci memikirkan hal itu, padahal kemungkinan hal itu terjadi sangatlah besar.
Tuhan, saya bisa bantu apa?
Tadi siang, setelah menjemput adik saya dari sekolahnya, saya kembali melewati mereka− namun kali ini lebih dekat. Ya ampun, ternyata yang tinggal disana adalah seorang nenek-nenek dengan seorang bayi. Dan sepertinya bayi itu sedang sakit, soalnya tadi si bayi menangis keras sekali dan si nenek sedang mengusap-usap punggung bayi itu dengan minyak angin (dari baunya sih begitu)
Melihat pemandangan itu, saya merasa bersalah. Bersalaaah sekali, sampai rasanya ingin menangis. Saya ingin membantu, tapi saya bisa apa coba? Saya bisa memberi uang, tapi mereka butuh lebih dari uang! Dedek bayi itu butuh selimut hangat, butuh susu, butuh bubur bayi, butuh obat, butuh pakaian, butuh makanan sehat, butuh tempat tinggal yang layak. Sekedar informasi saja, tempat mereka tinggal itu KUMUH SEKALI. Di kanan kiri mereka banyak sampah, tempatnya lembab karena sering tergenang air− sementara mereka hanya tinggal beralaskan koran kotor dan beratap jembatan.
Dan nenek-nenek itu sudah terlalu rentan− bahkan untuk meminta-minta pun sepertinya sudah tidak mampu :(
Di saat seperti ini, saya bertanya-tanya, “Dimana bantuan pemerintah buat mereka? Apakah pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, ‘Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara’ hanya berfungsi sebagai kamuflase? Mana aplikasinya di dunia nyata?? “
Saya juga merasa marah dengan orang-orang. Begitu banyak orang yang lalu lintas di depan nenek dan bayi itu, tapi mengapa tak seorangpun terlihat peduli? Mengapa tak ada yang membantu? Namun, saya menyadari satu hal yang ironis: Saya adalah salah satu dari mereka! Hanya lewat, merasa kasihan sejenak, namun tidak melakukan apa-apa!
Rasa kasihan tidak akan membantu mereka. Mereka tidak akan kenyang karena kita merasa kasihan kepada mereka. Tidak akan merasa hangat karena kita merasa kasihan kepada mereka. Adik bayi itu tidak akan tiba-tiba sehat karena kita merasa kasihan kepada mereka.
Bangun! Lakukan sesuatu!
Manusia itu menyedihkan, bukan? Sejenak merasa peduli, tapi setelah itu kembali ke ambisi masing-masing. Berlomba-lomba mencari uang, menumpuk kekayaan. Giat menabung untuk membeli laptop baru. Berfikir-fikir dahulu untuk bersedekah, padahal untuk membeli pulsa setiap hari pun tidak perlu berfikir lama.
Belajar keras agar mendapat IP tertinggi atau berdandan cantik agar banyak yang ngefans. Merasa menjadi orang yang paling sengsara di dunia hanya karena gebetannya menyukai orang lain.
Padahal nenek dan bayi itu sedang berjuang untuk hidup. Sore ini mereka makan apa? Kalau malam ini hujan, mereka mau tinggal dimana? Karena setahu saya, mereka tetap tinggal disana meskipun pinggiran jembatan penyebrangan itu tergenang air.
Lalu, bagaimana kalau kesehatan adik bayi itu memburuk, lalu meninggal? Bagaimana kalau nenek itu yang meninggal terlebih dulu? Apa yang akan terjadi pada si adik bayi tersebut? Menangis sendirian? Meraung-raung kelaparan, memanggil-manggil neneknya yang tidak bangun-bangun lagi?
Saya benci memikirkan hal itu, padahal kemungkinan hal itu terjadi sangatlah besar.
Tuhan, saya bisa bantu apa?
kasian... apapun bentuk perhatian yang bisa kita berikan pasti mereka harapkan... klo diriku titip doa aja ya... jauh soalnya........ :D
BalasHapussalam kenal :)
Jangan marah-marah sama orang lain, sama pemerintah, apalagi sama Tuhan. Tapi lakukan apa yg bisa kamu lakukan. Sedikit bantuan kita pasti berarti banyak untuk mereka. Makanan sisa (yang masih layak), pakaian layak (juga yang masih layak), pasti banyak hal kecil yang kita (dan Viita) bisa lakukan. And it means a lot for them.
BalasHapusMiris banget ya,,mari kita membantu mereka sebisa dan semampu kita,,salam kenal ya
BalasHapus@ kak rossa: err, saya nggak amrah-marah kak, apalagi sama Tuhan? Emang di tulisan saya ada konteks marah2 gitu ya? Hmm...
BalasHapusSaya cuma prihatin saja kak, dan kalaupun marah, saya lebih marah ke diri saya sendiri
@switha: salam kenal juga :)
@lia: salam kenal juga :)
gud,,,,trskan,,,,,,,,
BalasHapusbagus artikelnya. salam kenal dari http://budiharso.wordpress.com
BalasHapus